Isuterkini.com| Sandiaga Salahuddin Uno yang juga merupakan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) RI beri tanggapan soal wacana Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan RI akan memberlakukan penambahan jenis barang yang akan dikenakan pajak cukai sesuai ketentuan perundang-undangan.
Baru-baru ini beredar informasi bahwa tiket pertunjukan hiburan, seperti tiket konser musik, diisukan masuk dalam daftar pengenaan cukai. Sandiaga pun mengimbau publik agar tidak gegabah menilai wacana tersebut, apalagi baru sebatas kabar burung.
“Kita lihat berapa sih yang ditarget dari bea cukai untuk tiket konser ini. Karena narasi yang kita mainkan ke luar negatif adalah kita berdaya saing,” kata Sandiaga Uno dalam The Weekly Brief with Sandi Uno yang digelar hybrud di Jakarta beberapa waktu lalu
Hal ini menjadi salah satu alasan DJBC ingin menetapkan cukai pada tiket tersebut.
Lebih lanjut Sandiaga menekankan, pemerintah tetap perlu memerhatikan efisiensi dari kebijakan tersebut bila akan diterapkan. Ia optimis bahwa tujuan pemerintah adalah menciptakan konser musik di Indonesia yang semakin diminati dengan para wisatawannya yang berkualitas.
“Saya berpikir konser ini lagi ditata oleh pak Presiden melalui digitalisasi layanan, dan itu akan meningkatkan daya saing,” ujar Sandiaga.
Masih menurut Sandiaga, Indonesia ingin mendatangkan konser lebih banyak di Indonesia, sehingga kunjungan wisatawan manca negara yang berkualitas untuk nonton konser bisa optimalkan untuk konser di Indonesia.
Terkait isu tersebut, Askolani, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan membantah isu pengenaan cukai terhadap tiket konser dan ponsel pintar (smartphone). Ia mengatakan wacana itu diungkapkan dalam kuliah umum yang tidak berhubungan dengan rencana kebijakan.
“Tidak ada hubungannya dengan kebijakan jangka pendek maupun jangka menengah beberapa tahun ke depan,” kata Askolani.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heriyanto menjelaskan bahwa wacana tersebut hanya bersifat usulan. Menurutnya kriteria barang yang dikenakan cukai ialah barang yang mempunyai sifat atau karakteristik konsumsinya.
Hal ini perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Sampai saat ini, barang yang dikenakan cukai baru mencakup tiga jenis, yaitu etil alkohol atau etanol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau.
Terkait wacana optimalisasi penerimaan negara melalui ekstensifikasi objek cukai, Nirwala menjelaskan proses suatu barang yang akan ditetapkan menjadi barang kena cukai itu sangat panjang dan melalui banyak tahap, termasuk mendengarkan aspirasi masyarakat. (it)