Isuterkini.com| Bahlil Lahadalia yang juga Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sampaikan Indonesia jangan bermimpi untuk bisa mencapai kedaulatan energi bila tidak bisa mengatasi isu penurunan produksi terangkut (lifting) minyak dan gas bumi.
Dalam penjelasan lebih lanjut Bahlil mengemukakan bahwa Indonesia menghadapi masalah penurunan lifting minyak sejak 30 tahun lalu. Dari produksi minyak sebesar 1,6 juta barel per hari (bph) pada 30 tahun lalu, kemudian turun menjadi 800-900 ribu bph pada 2008, dan turun lagi menjadi 600 ribu bph pada saat ini.
Saat memberikan sambutan acara Rakornas REPNAS 2024 di Jakarta, hari ini, Senin (14/10/24) Bahlil, mengatakan kondisi ini bahkan berkebalikan dari tahun 1996-1997 di mana saat itu RI masih mengekspor minyak, sementara saat ini impor minyak RI sudah nyaris 1 juta bph.
“Jadi yang terjadi di ’96-’97 kita ekspor, sekarang berbalik kita impor jumlah yang sama ini kira-kira masalah negara kita. Jadi Pak Bu kalau gak bisa atasi lifting, maka jangan mimpi kita menuju kedaulatan ene,” kata Bahlil.
Masih menurut Bahlil, untuk meningkatkan produksi minyak, maka perlu dilakukan berbagai upaya, antara lain optimalisasi produksi dengan teknologi, reaktivasi sumur menganggur atau idle, dan eksplorasi potensi migas di Indonesia Timur.
Optimalisasi produksi dengan teknologi, menurutnya dapat dilakukan melalui penggunaan berbagai teknologi dan teknik produksi seperti fracking, EOR, horizontal drilling untuk peningkatan produksi minyak di lapangan eksisting.
Reaktivasi sumur idle, karena menurutnya terdapat 16.990 sumur idle, 4.495 sumur dapat direaktivasi untuk mendorong penambahan produksi minyak Indonesia. Wilayah Indonesia Timur menurutnya juga masih memiliki potensi penemuan-penemuan cadangan baru, sehingga pemerintah akan mendorong percepatan melalui skema kerja sama dan insentif yang lebih menarik. (it)
Optimalitasi produksi dengan teknologi ,reaktivasi sumur idle utk mendorong produksi minyak Indonesia